Senin, 14 Maret 2011

Damyo

Istilah damyo adalah istilah yang diberikan kepada samurai Jepang yang memiliki hak atas tanah yang luas dan memiliki banyak bushi.
Damyo sendiri berasala dari kata Damyoushu yang berarti kepala keluarga yang terhormat. Itu berarti orang tersebut memiliki pengaruh besar di lingkungannya.
Pada zaman Edo, Damyo adalah sebutan untuk samurai yang menerima lebih dari 10.000 koku dari keshogunan Edo. Koku adalah satuan volume menurut sistem Shakanko (satuan panjang dan berat tradisional) yang digunakan di Jepang. Pada zaman dulu, koku digunakan untuk mengukur jumlah beras. Satu koku cukup memberi makan satu orang selama satu tahun.
Terdapat 4 golongan dalam masyarakat Jepang kuno.
• Golongan bangsawan ; Damyo
• Golongan Samurai ; kesatria pengikut damyo
• Golongan pedagang
• Golongan petani

PENGARUH KONFUSIANISME DI JEPANG

Konfusianisme adalah salah satu paham yang berintikan nilai-nilai moral kebaikan pada penganutnya. Konfusianisme dicetuskan oleh seorang filosof Cina yang bernama Konfusius. Lahir pada abad ke-5 di Sando, Cina.
Nilai-nilai konfusianisme mulai masuk ke Jepang pada abad ke-6. Ajaran ini mulai masuk ke Jepang ketika Pangeran Shotoko mengirim wakil-wakilnya untuk belajar di Cina. Sepulang dari Cina, mereka membawa pulang banyak buku ilmu pengetahuan Cina.
Nilai-nilai konfusius menjadi jiwa dan karakter Jepang. Bahkan hingga kini, dan itulah salah satu cikal bakal kemajuan Jepang saat ini. Menjadikan negara Jepang negara maju. Konfusianisme mengajari pengikutnya untuk hidup sederhan dan tidak bermewah-mewah. Tentu saja hal ini yang mempengaruhi ekonomi Jepang. Orang Jepang selalu berhemat dengan menabung uangnya.
Berikut beberapa ajaran konfusius yang sampai sekarang menjadi tujuan dan kemajuan bagi Jepang sendiri.
• Bekerja adalah jiwa dan nilai dari hidup itu sendiri
Masyarakat selalu berusaha untuk tidak egois dalam hal pekerjaan. Mereka selalu berusaha bekerja seprofesional mungkin gar dapat dihargai oleh masyrakat. Memberikan yang terbaik dari apa yang ia kerjakan dan bagaiman agar orang sekitarnya merasa sejahtera.
• Uang bukan segala-galanya
Pengusaha Jepang tidak pernah mementingkan diri dengan sibuk memperkaya dirinya sendiri. Yang selalu terpikir oleh mereka bagaimana agar usahanya dapat berkembang dalam waktu lama. Tidak menghalalkan berbagai macam cara agar bisa meraup untuk dalam waktu yang singkat.
• Pendidikan dan proses itu penting
Masyarakat Jepang selalu belajar dengan intensitas yang tinggi. Berpikir jauh ke depan agar tak tertinggal. Alhasil kini Jepang menjadi negara kuat dan diperhitungkan di mata dunia. Dan proses belajar mereka dari segala aspek. Pemikiran, industri, ekonomi, teknologi, dan lain-lain.

Kyogen

Kyōgen bisa berarti:
1.Teater humor tradisional Jepang yang merupakan perkembangan unsur humor pertunjukan Sarugaku. Kyōgen dan Noh merupakan seni tradisional Jepang yang sama-sama berakar dari Sarugaku. Sejak zaman Meiji, istilah Nōgaku atau Nohgaku (能楽?) sering digunakan untuk menyebut Noh dan Kyōgen.
2.Salah satu jenis pertunjukan Kabuki yang disebut Kabuki-kyōgen atau cukup disebut Kyōgen.
Jika pementasan Noh pada umumnya menggunakan topeng dan bertemakan tragedi. Sebaliknya Kyogen sebagian besar tidak menggunakan topeng. Kyōgen mengembangkan lebih lanjut unsur-unsur komedi dan seni meniru gerak-gerik (pantomim) yang ada pada Sarugaku, termasuk naskah dialog dan penggambaran karakter secara realistik. Sebagian besar cerita yang dipentaskan dalam kyōgen adalah cerita satir, cerita yang menertawakan kegagalan, dan cerita humor.
Jas merah (jangan sampai melupakan sejarah)
Kyōgen berasal dari "kyōgen-kigo" (kyōgen-kigyo) yang merupakan istilah agama Buddha untuk kata berbunga-bunga atau cerita yang tidak masuk akal. Istilah kyōgen-kigyo sering dipakai kritikus sastra sewaktu mengkritik cerita roman dan puisi. Istilah ini kemudian digunakan untuk salah satu unsur Sarugaku berupa pertunjukan monomane (seni meniru gerak-gerik dan cara berbicara secara humor). Sejalan dengan perkembangan Sarugaku, istilah "kyōgen" akhirnya dipakai untuk sebagai sebutan untuk teater humor pada pementasan Noh.
Dalam konteks sehari-hari, istilah "kyōgen" dalam bahasa Jepang bisa berarti tindakan untuk menipu orang lain (orang yang pura-pura dirampok disebut kyōgen-gōtō), berbohong atau bercanda, atau tarian yang memancing tawa.
Berbagai peran
1. Peran utama dalam kyōgen disebut Shite.
2. Peran pembantu disebut Ado, Jika ada lebih dari 2 peran Ado, maka peran tersebut disebut Ado 1 dan Ado 2. Selain itu, istilah Ado hanya digunakan untuk peran pembantu yang paling menonjol, sedangkan selebihnya disebut Tsukgi-ado (sebutan menurut aliran Ōkura) atau Ko-ado (sebutan menurut aliran Izumi).
3. Peran pembantu yang naik ke panggung secara berkelompok disebut Tachishū, sedangkan pimpinan kelompok peran pembantu disebut Tachigashira.
Sebutan untuk peran seperti disebut di atas sebenarnya jarang dipakai, kyōgen lebih mengenal sebutan untuk karakter yang tampil dalam cerita, misalnya: Shu atau Teishu (majikan), Tarōkaja (pesuruh laki-laki), atau Suppa (peran penjahat).
Jenis kyōgen
Secara garis besar, kyōgen dikelompokkan menjadi 3 jenis:
• Betsu-kyōgen (kyōgen spesial) Penampilan aktor kyōgen yang memainkan karakter Sanbasō dalam pementasan cerita noh yang berjudul Okina.
• Hon-kyōgen (kyōgen tunggal) Pementasan kyōgen secara tunggal dan bukan merupakan bagian pertunjukan noh, kalau disebut kyōgen biasanya mengacu pada hon-kyōgen.
• Ai-kyōgen (kyōgen selingan) Kyōgen yang dipentaskan sebagai bagian pertunjukan Noh.
Hon-kyōgen masih dikelompokkan menjadi beberapa jenis yang bisa berbeda-beda menurut zaman dan aliran. Di tahun 1792, Ōkura Torahirobon mengelompokkan hon-kyōgen menjadi:
• Waki-kyōgen - Cerita bertemakan kebahagiaan dan keberuntungan.
• Daimyō-kyōgen - Cerita bertemakan tuan dan majikan, daimyō menjadi peran utama dalam cerita.
• Shōmyō-kyōgen (kyōgen pesuruh) - Cerita bertemakan tuan dan majikan, pesuruh laki-laki yang disebut tarōkaja menjadi peran utama.
• Mukojo-kyōgen (kyōgen wanita dan menantu pria) - Cerita tentang menantu pria sebagai peran utama yang menumpang di rumah mertua, atau cerita humor kehidupan sehari-hari seperti istri yang mengakali suami atau suami yang tidak bisa diandalkan.
• Oniyamabushi-kyōgen (kyōgen jin dan pertapa) - Cerita dengan raja kematian Yamarāja atau jin (oni) sebagai peran utama (termasuk cerita jin yang menyamar jadi manusia), dan Yamabushi (pertapa yang berasal dari gunung) sebagai peran utama.
• Shukkezatō-kyōgen - Cerita dengan peran utama pendeta, pendeta baru, atau zatō (tunanetra pengembara yang berpakaian mirip pendeta).
• Atsume-kyōgen (kyōgen serbaneka) - Cerita dengan tema yang tidak termasuk ke dalam hon-kyōgen yang lain.
Aliran Besar
Aliran Ōkura - Aliran Ōkura merupakan satu-satunya aliran penerus tradisi Sarugaku Yamato. Keluarga Ōkura Yaemon Tora Akira yang pentas secara turun temurun di gedung teater Komparu-za mendirikan aliran ini di paruh kedua zaman Muromachi.
Sekarang aliran Ōkura terdiri dari keluarga Yamamoto Tōjirō (berpusat di Tokyo), keluarga Ōkura Yatarō (garis keturunan utama), keluarga Shigeyama Sengorō (berpusat di Kyoto), dan keluarga Shigeyama Chūzaburō (berpusat di Kyoto), kelompok Zenchiku Chūichirō (berpusat di Osaka dan Kobe), dan Zenchiku Jūrō yang berpusat di Tokyo.
Aliran Izumi - Aliran Izumi didirikan Yamawaki Izumo no Kami Motonori asal Kyoto di awal zaman Edo. Sekarang aliran Izumi terdiri dari tiga percabangan keluarga: keluarga Nomura Matasaburō (berpusat di Nagoya, disebut juga faksi Nomura), keluarga Nomora Manzō (berpusat di Tokyo, disebut juga faksi Miyake), dan Kyōgenkyōdōsha (berpusat di Nagoya, disebut faksi Nagoya).

(Andi Anistahara -Eka Wulandari)

Yukio Mihima

Yukio Mishima adalah penulis ternama era modern Jepang atau di abad 20. Ia pernah 3 kali dicalonkan sebagai pemenang Nobel. Nama aslinya Hiraoka Kimitake. Ia menggunakan nama Yukio Mishima karena tidak ingin dikenali oleh ayahnya yang tidak suka literatur.
Di antara karyanya yang paling menonjol adalah The Temple of The Golden Pavilion dan tetralogi The Sea of Fertility (1965-70).
Lahir di Tokyo 14 Januari 1925
Wafat pada 25 November 1970
Karya-karya:
-Kuil kencana -Sun and steel
-After the banguet -The sound of waves
-The temple of dawn -Thist for love
-Spring snow -Runaway horses
-Madame de sade -The Temple of the Golden Pavilion
-Gogo No Eiko -Kyouko No Ie

Karya-karyanya yang banyak diterjemahkan dalam bahasa Inggris maupun Belanda itu telah mengangkat namanya sebagai penulis roman dan drama Jepang terkemuka. Ia patut diperhitungkan. Selain itu Mishima juga menulis puisi, essai, dan naskah Kabuki modern serta Noh.

Ia banyak bicara tentang pengalaman bawah sadar, tak hanya soal seksualitas yang seperti diilhami oleh pikiran-pikiran Sigmund Freud, tetapi juga sikap 'kerasnya' yang kemudian membawanya pada kematian.

Mishima merupakan sosok yang konsisten. Menyatukan kenyataan dan harapan. Idealisasi buatnya haruslah sama dengan realitas. Sikap tidak boleh beda dengan tindakan. Tidaklah heran ketidaksetujuannya dengan kebijakan pemerintah Jepang yang dianggapnya terlalu pasif kemudian membawanya pada hidup akhir yang mulia: harakiri.
Adakah dengan demikian sikap Mishima salah? Setiap jaman punya nafas. Dan nafas jaman masa-masa itu adalah macam itu. Di Indonesia, misalnya, penyair Khairil Anwar, sikap dan perbuatannya juga tak jauh beda dengan Mishima. Ia terkesan arogan dan liar, ekspresi dari karyanya, 'Aku binatang jalang, dari kumpulan terbuang'.

Sikap dan tindakan haruslah sama. Itu merupakan bagian dari eksistensi diri sebagai seniman. Ia tak perlu memoles penampilan, atau gamang untuk menuangkan gagasan dan pikiran bawah sadar yang terkadang dinilai tidak etis bagi sebuah jaman. Tujuannya hanya satu 'sekali berarti habis itu mati'.

Jaman itulah romantisme gaya Romeo dan Yuliet Shakespeare mulai tak dikenal. Jaman baru yang memayungi Khairil Anwar maupun Yukio Mishima adalah 'jaman reformasi' bagi kebangkitan sastra yang indah tetapi tidak harus dengan kata-kata elok. Era merekalah era dobrak-dobrakan, yang membongkar batasan indah dan jorok, harmonis atau chaos menjadi sesuatu yang bias.

SATU pelajaran dari Mishima Yukio, pengarang dari Jepang yang terkenal itu, adalah sebuah nasihat yang diuraikan panjang lebar dalam karangan-karangannya. "Kian lama orang hidup," katanya, "kian buruk saja mereka jadinya."
Mishima sangat berjiwa patriot, ia menjunjung tinggi nilai-nilai budaya Jepang seperti semangat keprajuritan Bushido dan sangat loyal kepada Kaisar. Semangat militernya semakin kuat di akhir tahun 60-an dan ia mengumpulkan anak buah yang direkrutnya menjadi tentara swasta dengan nama pasukan Tatenokai, yang berarti Pelindung Masytarakat.
Pada 25 November 1970, Mishima membawa beberapa anak buahnya ke markas besar militer Jepang. Karena terkenal dan dianggap tidak berbahaya, penjaga membiarkan ia masuk membawa samurai. Tindakan ceroboh, karena Mishima dan tentaranya kemudian menyandera sang Komandan Markas di ruangannya. Mishima kemudian menuntut agar para tentara dikumpulkan di halaman untuk mendengarkannya berpidato agar para prajurit Jepang bangkit membela konstitusi, Kaisar dan melawan pengaruh dan budaya barat. Bisingnya suara sirine polisi, helikopter pers dan teriakan-teriakan, “Hey gila, turun kau!” membuat pidatonya sia-sia. Ia masuk ke dalam ruangan lagi dan kali ini melakukan ritual seppuku dibantu anak buahnya. Sang jenderal yang disandera hanya bisa kengerian menyaksikan Mishima merobek perutnya sendiri dan salah seorang anak buahnya memenggal kepalanya sebagai bagian dari aksi edan itu
Yukio Mishima pernah membintangi sebuah film yang diangkat dari novelnya sendiri tahun 1961 berjudul Yukoku (patriotisme). Film itu ditemukan di rumah mendiang penulis itu di kecamatan Ota, Tokyo pada tahun 1996.
Sebelumnya, film tersebut diyakini telah hilang lantaran edisi cetaknya, yang diproduksi ulang untuk kepentingan komersial pada 1966, telah hangus dibakar atas permintaan istri Mishima pada 1971 setelah sang penulis melakukan bunuh diri secara "harakiri" tahun 1970 di garnisun Angkatan Darat Pasukan Bela Diri Jepang di Tokyo.
Film hitam-putih berdurasi 30 menit itu diperkirakan mengungkapkan tanda-tanda kematian Mishima, karena menampilkan adegan seorang letnan yang melakukan harakiri, dalam kejadian yang dikenal sebagai peristiwa 26 Februari.
Peristiwa tersebut merupakan upaya kudeta militer di Tokyo pada 26-27 Februari 1936, yang menyebabkan sejumlah tokoh politik terbunuh termasuk serangan di kediaman perdana menteri Jepang.
Kendati film tersebut singkat tetapi mendapat sambutan hangat ketika diluncurkan pada 1966, kata kritikus film Tadao Sato dengan menambahkan bahwa film itu memberi petunjuk bagaimana Mishima mengakhiri hidupnya.
Banyak yang mengatakan karya-karya Yukio Mishima yang penuh gelora namun mengandung nuansa kelembutan.

A. ANISTAHARA A.P EKA WULANDARI

Ososhiki (Upacara Penguburan)

Kematian adalah salah satu fase yang sangat sakral bagi kehidupan manusia. Tak jarang upacara pun dilakukan katika fase itu tiba masanya. Begitu pula yang terjadi di Jepang. Negara matahari ini pun memiliki upacara pemakaman tersendiri. Pada umumnya upacara pemakaman yang diadakan mengikuti tata cara ajaran Budha, yakni mayat dibakar. Upacara pemakaman ini di sebut ososhiki atau sogi. Pada upacara ini mayoritas pelayat menggunakan pakaian hitam. Pelayat pun membawa uang untuk diserahkan kepada keluarga yang meninggal. Uang itu disebut koden.
Pada saat Ososhiki, mayat dimasukkan dalam peti mati lalu diletakkan dibagian depan ruangan upacara. Foto orang yang meninggal ditaruh di atas peti. Upacara ditandai dengan adanya seorang Biksu yang memandu doa tepat di depan peti mayat, diikuti oleh para tamu yang berdiri di belakang sambil memegang senko atau dupa. Doa selesai, senko ditancapkan di tempat yang disediakan.
Upacara pemakaman orang Jepang biasanya diadakan di rumah atau di kuil. Menurut laporan Asosiasi Konsumen Jepang pada 2007, ongkos rata-rata pemakaman mencapai US$21.500 (sekitar Rp199,9 juta), termasuk US$5.100 (sekitar Rp47,4 juta) untuk jasa para biksu. Tapi, jumlah itu belum meliputi tanah makam. Atas dasar itu, warga Jepang mulai beralih ke rumah duka. Agar tidak begitu banyak mengeluarkan biaya.
Rangkaian upacara selanjutnya adalah pembakaran mayat. Setelah ososhiki mayat dalam peti dibakar di Kousouba atau tempat khusus untuk pembakaran mayat. Setelah itu abu mayat dimasukkan dalam kutsusubo yang berarti pot tulang.
Proses selanjutnya dikembalikan kepada keluarga yang meninggal. Ada 3 proses yang biasa dilakukan, yakni membuang abu mayat di sungai, menyimpannya dalam kuil, atau membuatkan haka atau nisan kuburan.
Orang jepang biasanya menziarahi kuburan sanak keluarganya di Hari Ulang Tahunnya, di Tahun Baru, dan pada saat obon di bulan Agustus sambil membawakan barang-barang kesukaannya, seperti buah-buahan, sake, bunga. Kemudian dibakarkan dupa (senko).

SHAMISEN ALAT MUSIK TRADISIONAL JEPANG

Shamisen adalah salah satu alat musik petik tradisional Jepang. Shamisen sendiri berarti tiga garis, diambil dari kata Sha (tiga) dan Sen (garis). Awalnya shamisen adalah alat musik yang dibawa dari Cina, namun sebutannya bukan shamisen, melainkan saxian adapula yang menyebutnya kokin dan bentuknya tidak sama persis dengan shamisen di Jepang. Ada beberapa pendapat mengenai sejarah masuknya shamisen ke Jepang. Dari sumber abad ke tujuhbelas dan delapan belas, menuliskan bahwa shamisen diperkenalkan sekitar tahun 1562 di pelabuhan Sakai dekat Osaka. Sumber lain menyebutkan pada tahun 1574 dalam buku harian yang ditulis Uwai Kakken, menulis adanya sebuah misi raja kepulauan Ryukyu yang menyertakan seorang pemain shamisen dalam rombongannya. Adapula yang menyebutkan bahwa shamisen adalah bentuk lain dari alat musik Biwa yang disederhanakan.

Alat shamisen terdiri dari tiga bagian, yakni Do(badan), Sao(leher), Itomaki(pasak).

Badan shamisen terbuat dari kayu cendana warna merah, kayu murbei, atau kayu apel. Bentuknya menyerupai kotak, bagian atasnya tertutup dan bagian bawahnya ditutupi oleh kulis kucing, namun bisa juga ditutupi dengan kulit anjing atau plastik. Untuk digunakan pada pementasan atau konser, shamisen dibuat sebaik mungkin, dan semakin mahal. Dibagian dalamnya diukir dengan pola hiasan tulang ikan haring yang dikenal dengan sebutan ayasugi, sehingga suara yang dihasilkan jauh lebih bagus.

Leher atau Sao ini dapat di bagi menjadi 3 bagian agar mudah di bawah. Ketebalannya bervariasi menurut jenis musik yang dimainkannya. Dawai yang digunakan terbuat dari sutra yang dipilin, namun saat ini sangat jarang yang menggunakan sutra asli, sebab mudah putus. Sebagai gantinya, para pembuat shamisen menggantinya dengan plastik atau nilon. Dawai-dawai ini diikatkan pada sebuah sebuah tali berbentuk hiasan(neo) pada bagian bawah badan serta tiga buah pasak atau itomaki.

Itomaki tersebut dibuat dari gading, kayu, atau plastik. Adapun alat yang digunakan untuk memetik shamsien disebut bachi. Bachi ini juga digunakan untuk memetik biwa.

Selain bentuk shamisen yang bervariasi, bentuk musik shamisen pun berbagai macam. Terdapat beberapa aliran musik atau genre shamisen. Namun sebenarnya yang membuat jenis shamisen itu bervariasi adalah karena dipengaruhi oleh tiap aliran shamisen. Sebab tiap genre shamisen memiliki ciri-ciri khusus, baik itu dari segi kualitas suara yang unik, gaya permainan musik yang punya aturan-aturan khas, tentunya bentuk dan ukuran shamisen-nya pun berbeda. Namun perbedaan itu tak terdengar saat pertama kali mendengar, karena perbedaannya tipis. Tapi jika anda seorang ahli dalam hal ini, maka akan sangat jelas perbedaan di tiap genre.

Adapun bagan genre shamisen sebagai berikut :


(maaf gambarnya tidak bisa terupload, sabar yah!)

Katarimono adalah aliran musik naratif. Pagelaran shamisen diiringi dengan nyanyian dongeng dan cerita. Sedangkan Utamono, nyanyian yang lebih menekankan melodi shamisen. Sedangkan aliran-aliran dibawahnya, memiliki perbedaan yang tipis. Ada yang isi ceritanya tentang cinta(bungo), tragedy keluarga(kato), dan lain-lain. Penyebab mengapa genre shamisen semakin banyak, ialah karena dalam masyarakat mengenal bahwa bila seorang murid menyimpang dari gaya gurunya, maka menjadi bertolak belakang atau berlawanan. Sehingga setiap kali sang murid menciptakan jenis musik yang tidak sama oleh yang diajarkan sang guru, maka terciptalah satu genre musik lain.

Dikalangan pemuda Jepang alat-alat musik tradisional seperti shamisen ini tidaklah terlalu populer. Hampir sama dengan keadaan pemuda di Indonesia. Kurang kesadaran bahwa pentingnya menjaga warisan nenek moyang yang telah menjadi ciri khas bangsa. Namun mereka melakukan berbagai cara untuk bisa melestarikan apa yang telah turun temurun di ajarkan oleh para orang tua, terutama dalam hal kesenian. Para pemain shamisen mengkolaborasikan musik instrument mereka dengan alat-alat musik moderen, seperti gitar, drum, dan piano. Seperti yang dilakukan oleh Yoshida Brothers. Pemerintah Jepang juga setiap tahunnya memberikan gelar kepada setiap seniman yang dianggap pantas menerimanya setiap tahun. Gelar tertinggi adalah ningen kokuho atau harta Negara. Sehingga para seniman selalu merasa termotivasi untuk menghasilkan karya sebaik mungkin.

Shamisen sering digunakan untuk mengiringi pementasan kabuki(drama topeng), tari geisha, dan matsuri-matsuri tertentu.

Selain shamisen, terdapat pula beberapa alat musik tradisional Jepang yang tak kalah menariknya. Seperti pada alat musik petik ada Biwa dan Koto. Alat musik perkusi ada Taiko dan Tsuzumi. Serta alat musik tiup, seperti Sho, Yokobue, dan Shakuhachi.


Sumber:

- Musik tradisional Jepang dan Instrument Musiknya (William P.Malm 2005)

- Jepang sebuah pedoman saku (Kedutaan Besar Jepang Jakarta 1985)

- Website Wikipedia dan beberapa website pendukung lainnya

- Shintani Naoyuki San

- Matsui san

- Armin Hari san

Masuknya Pengaruh Buddha di Jepang

Agama Budha masuk ke Jepang dari India melalu perantara Cina. Pada tahun 552 M salah seorang raja di Cina mengirim seorang Biksu muda ke Jepang untuk menyebarkan agama Budha.

Hingga kini agama Budha masuk dalam salah satu agama yang diakui di Jepang. Bekal yang dibawa oleh sang biksu adalah patung Budha dan kitab suci Sudra. Masuknya ajaran Budha ini pada zaman Yamato. Di mana saat itu kuil Budha pertama dibangun yang hingga kini msih dapat dijumpai di perfektur Nara.

Pada zaman itu pangeran Shotoku lah yang memegang peranan penting. Ia disukai oleh rakyatnya karena suka belajar, baik hati, penganut Budhisme yang taat dan patuh, serta ia lah yang meprakarsai dibangunnya kuil-kuil. Berkat pengaruh kuat sang pangeran, agama Budha mudah diterima oleh kalangan masyarakat. Masyarakat pun terbuka dalam hal mengenal agama baru tersebut dikarenakan ajarannya tak mengikat dan sederhana. Serta agama Budha berjalan seiringf dengan kebudayaan setempat. Manusia diajarkan untuk bertindak saling berbagi dan dapat hidup tentram dengan sesama.

Saat itu pengaruh Shinto juga sedang kuatnya di kalangan masyarakat. Namun hal tersebut tidak menjadi pemecah masyarakat Jepang. Demokrasi telah tertanam dalam diri masyarakat Jepang saat itu. Jadilah agama Shinto dan Budha tetap berjalan beriringan meski berbeda pemahaman.